520
|
#
|
#
|
$a Tafsir Imam Syafi`i Jilid 2 Bagi umat Islam, madzhab Syafi`i telah menyatu dalam kehidupan mereka, baik kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Kita mengenal Imam Syafi`i sebagai seorang ahli fikih, mujtahid, dan peletak dasar-dasar ilmu ushul fiqh. Dan tanpa kita sadari, ternyata Imam Syafi`i adalah seorang mufassir. Dia telah menafsirkan lebih dari tujuh ratus empat puluh lima ayat al-Qur`an, yang didominasi oleh ayat-ayat ahkam (yang berkaitan dengan hukum). Hal itu tidak mengherankan. Sebab, pada usia tujuh tahun, dia sudah hafal al-Qur`an di luar kepala. Dan, pada usia tiga belas tahun, penguasaannya terhadap al-Qur`an sudah semakin mantap, baik dari sisi hafalan, tartil, dan pemahamannya terhadap apa yang dibaca, sesuai dengan daya nalar remaja yang berumur tiga belas tahun. Bukan hanya itu, kemampuannya manfasirkan ayat-ayat al-Qur`an didukung oleh penguasaannya terhadap bahasa dan sastra Arab. Dalam memahami al-Qur`an dan hadits, beliau menggunakan pendekatan puitis, semi sastra, cerita, fikih, dan bahasa. Namun demikian, semua kandungan al-Qur`an bisa beliau jelaskan secara gamblang dan mudah diterima. Meskipun telah berusia dua puluh tahun dan memiliki kemampuan untuk memilih guru, Imam Syafi`i tetap meminta bimbingan ibundanya. Ibunda beliau adalah seorang penghafal al-Qur`an dan hadits serta banyak memahami hukum-hukum syariat. Sang ibu menasihatinya agar beliau belajar kepada murid-murid Ibnu Abbas dan Ja`far ash-Shadiq. Salah satunya adalah Muqatil bin Sulaiman, yang pada waktu itu merupakan orang paling tinggi pengetahuan al-Qur`an dan tafsirnya, juga hadits, dan fiqih. Suatu ketika Imam Syafi`i terhenti saat memikirkan tafsir firman Allah , wa qad khaba man dassaha...`Sungguh merugilah orang yang mengotorinya...` (QS. asy-Syams [91]: 10). Dia tidak mengetahui makna kata dassaha. Kata itu belum pernah beliau jumpai sebelumnya, dan sepanjang pengetahuannya kata tersebut tidak terdapat dalam bahasa Arab. Kemudian beliau keluar ke pinggiran kota Mekah untuk menanyakan hal itu kepada salah satu kelompok suku Hudzait, namun beliau tidak mendapatkan jawabannya. Beliau kemudian menemui para ahli atsar dan ahli tafsir, namun beliau tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lalu, beliau meminta nasihat ibundanya, dan sang ibu menasehatinya supaya belajar kepada Muqatil bin Sulaiman, murid Ja`far ash-Shadiq. Ketika Imam Syafi`i menemuinya, Muqatil menjelaskan, `Dassaha adalah bahasa Sudan, dan artinya adalah aghwaha (menyesatkannya).` Imam Syafi`i adalah sosok yang gigih dan total dalam menyelami setiap disiplin ilmu. Buku yang ada di tangan pembaca ini merupakan bukti kedalaman pengetahun Imam Syafi`i di bidang tafsir, sehingga beliau layak dijuluki sebagai seorang mufasir yang Mujtahid. Semoga buku ini memberikan manfaat kepada kaum muslimin dalam menambah khazanah ilmu keagamaan di Indonesia sekaligus bisa menjadi rujukan bagi setiap orang yang membutuhkan. by:of
|