520
|
#
|
#
|
$a FANATISME KESUKUAN , ANCAMAN DISENTEGRASI BANGSA Kerusuhan yang muncul di Indonesia beberapa tahun terakhir, telah menelan korban ratusan (bahkan mungkin ribuan) jiwa manusia tak berdosa, ratusan rumah penduduk,berpuluh-puluh tempat ibadah serta Sarana perekonomian. Selain itu, konflik-konflik tersebut ternyata telah membawa dampak negatif lain, yakni terganggunya sistem pendidikan dan aktivitas ekonomi masyarakat di lokasi kejadian. Belum terhitung rusaknya hubungan-hubungan sosial, kekerabatan dan kemanusiaan yang selama ini telah terbangun dengan baik, bahkan menjadi referensi bersama dalam tatanan kehidupan bermasyarakat di Indonesia serta mendapat pujian dari dunia luar. Kerusuhan di beberapa tempat yang berlarut-larut dan belum sepenuhnya pulih hingga kini, secara tidak langsung memberi indikasi bahwa potensi konflik internal yang ada dalam kehidupan sosial anak bangsa yang diperparah oleh "pengaruh luar " telah mengancam kearifan budaya masyarakat kita. Kondisi rentan seperti ini, apalagi jika dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum atau kelompok untuk suatu tujuan yang tidak bertanggungjawab, maka akan sulit diprediksi tidak akan terulangnya kembali konflik massa di waktu yang akan datang. Berangkat dari kondisi itu, dipandang perlu pernikiran mendasar kerangka pemecahan kemungkinan terjadinya kembali kerusuhan atau konflik kekerasan antar kelompok masyarakat di Indonesia, yakni yang didasarkan atas kajian yang komprehensif dan integrative. Kajian seperti ini, selain berguna untuk meminimalkan kecenderungan berpikir dan mencari penyelesaian yang simplisistik, terutama juga ditujukan untuk mengungkapkan sumber-sumber masalah yang secara akumulatif berbentuk titik-titik(critical points) pada jaringan interaksi antar elemen di dalam masyarakat. Pengetahuan tentang titik tolak seperti ini penting, sebab kerusuhan sosial yang bersifat massive seperti di Poso, Ambon, Kupang, Mataram dan daerah lain, tentu tidak terjadi secara spontan dan seketika, tetapi lazim didahului oleh akumulasi kondisi sosio-psikologis massa, baik secara sengaja maupun tanpa disadari. Ini berarti, variabel waktu, pola hubungan sosial masyarakat di desa maupun kota, berbagai kebijakan publik, dan pendekatan pembangunan, ikut menentukan pra-kondisi kerusuhan atau konflik yang terjadi oleh sebab itu upaya mencari solusi untuk membangun kembali keharmonisan sosial bagi kebutuhan jangka panjang masyarakat Indonesia seharusnya didasarkan pada fakta empirik sesuai realitas obyektif yang iujur
dan yang terpenting tanpa pretensi dan kepentingan politik sempit dan sesaat. Dalam konteks demikian, maka pokok-pokok pikiran yang disampaikan dalam buku ini dipandang cukup bermanfaat, pertama karena didasarkun pada suatu gambaran tentang pola hubungan sosial dalam masyarakat. Dalam berbagai dimensi pembangunan selama ini, baik pemerintahan, ekonomi, dan sosial, pendekatan kuantitatif selalu dikedepankan yang diterjemahkan sebagai demokrasi. padahal esensi demokrasi bukan terletak pada angka-angka statistik, tetapi pada kualitasnya, yaitu bagaimana mendorong seluruh rakyat untuk berpartisipasi dalam seluruh proses pembingunan bangsa, berdasarkan nilai-nilai kultural yang hidup dalam masyarafat. Nilai-nilai kultural yang hidup dalam masyarakat adaiah persaudaraan dan saling menghargai yang menembus berbagai sekat- sekat primordial. Nilai nilai ini selama berabad-abad telah terbukti menciptakan hubungan persaudaraan dan saling menghargai, sehingga interaksi sosial yang dinamis antara seluruh himpunan golongan masyarakat dapat berlangsung .Nilai-nilai kultural ini mulai mengalami degradasi seiring dengan munculnya politik pembangunan yang lebih mengedepankan pendekatan-pendekatan kuantitatif. By - Epy.
|