520
|
#
|
#
|
$a Tafsir Al-Mishbah Volume 5 Tafsir al-Quran adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga apa yaflg dicerna atau diperoleh oleh seorang penafsir dari al-Quran bertingkat-tingkat pula. Kecenderungan manusia juga berbeda-beda, sehingga apayang dihidangkan dari pesan-pesan Ilahi dapat berbeda afltata yang satu dengan yang lain. Jika Fulan memiliki kecenderungan hukum, tafsirnya banyak berbicara tentang hukum. Kalau kecenderungan si Anti adalah filsafat, maka tafsir yang dihidangkannya bernuansa filosofis. Kalau studi yang diminatinya bahasa, maka tafsitnya banyak berbicata tentang aspek-aspek kebahasaan. Demikian seterusnya. Keberadaan seseorang pada lingkungan budaya atau kondisi sosial, dan perkembangan ilmu, juga mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam menangkap pesan-pesan al-Qur an. Keagungan firman Allah dapat menampung segala kemampuan, tingkat, kecenderungan, dan kondisi yang berbeda-beda itu. Karena itu, bila seorang penafsir membaca al-Quran, maka maknanya dapat menjadi jelas di hadapannya. Tetapi bila ia membacanya sekali lagi ia terdapat menemukan lagi makna-makna lazim yang berbeda dengan makna sebelumnya. Demikian seterusnya, hinga, boleh ia dari dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai makna berbeda-beda yang semuanya benar atau mungkin benar. ayat-ayat al-qur an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan aPa yang terpancar dari sudat-sudut lainnya, dan tidak nustahil jika kita nempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat baryak dibandingkan apa yang kita lihat, " demikian lebih kurang tulis Abdullah Darraz dalam bukunya an-Naba al-Azhim. Al-Qur an al-karim turun sedikit demi sedikit, selama sekitar 22 tahun lebih. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan perkembangan masyarakat yang dijumpainya. kendati demikian, nilai-nilai yang diamanatkatnya didapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Mufassir dituntut untuk menjelaskan nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakatnya, sehingga al-Quran dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah yang haq dan batil, serta ialahi keluar bagi setiap problema kehidupan yang dihadapi Di samping itu, mufassir dituntut pula untuk menghapus kesalahpahaman terhadap al- Qur an atau kandungan ayat-ayatnya, sehingga al-Quran diterapkan dengan sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masYarakat. Setiap kali ayat turun, sambil memerintahkan para sahabat menulisnya, Nabi saw. memberi tahu juga tempat ayat-ayat itu dari segi sistematika urutannya dengan ayat-ayat atau surah-surah yang lain. Semua ulama sepakat bahwa sistematika urutan ayat-ayat al-Qur an adalah tauqifi, dalam arti berdasar petunjuk Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw, dan bahwa urutan tersebut bukan atas dasar urutan masa turunnya. Seandainya berdasar hal itu, tentulah lima ayat pertama surah lqra (al-Alaq) yang merupakan wahyu Pertama yang diterima Nabi Muhammad saw. akan menempati lembaran pertama mushhaf al-Qura, disusul dengan awal surah al-qolam, dan al-Muddatstsir yang menurut sekian riwayat merupakan wahyu kedua atau ketiga yang beliau terima. penyusunan urutan surah-surah al-Qur an yang berjumlah 114 surah itu juga demikian dalam pandangan mayoritas ulama. Sementara orientalis yang tajam sistematika urutan ayat dan surah-suah al-Qur an, sambil melemparkan kesalahan kepada Para Penulis wahyu. Dalam buku Bells Introdaction to the Qur an " oleh w. Montgomery Watt, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh lilian D Tedjasudhana dengan judul, Richard Bell, Pengantar Qur an, dikemukakan apa yang dinamai bukti adanya revisi dan perubahan dalam pengumPulan atau peletakan bersama satuan-satuan kecil bentuk asli wahyu yang disampaikan. Dia menulis: Ada alasan untuk menduga bahwa proses ini dimulai oleh Nabi Muhammad sendiri, yaitu bahwa ini berlangsung terus-menerus betsama penerimaan wahyunya " Bahkan lebih jauh dari itu, dikemukakanya pula bahwa bacaan-bacaan tidak saja ditempatkan betsama untuk membentuk surah, tetapi juga bahwa ketika ini sudah selesai terjadi beberapa penyesuaian. Salah satu buktinya, tulis Bell, adalah muncuLnya rama-rima yang tersembunyi. Tampaknya, terkadang ketika sebuah bacaan dengan asonansi ditambahkan pada surah berasonrnsi lain, frase-frase ditambahkan untuk memberikan asonansi yang belakangan. Contoh yang dikemukakan adalah QS aI-Mu minin 23: 12-16. by:of
|