520
|
#
|
#
|
$a Wacana keagamaan di surat kabar : pesan dan respons pembaca BUKU ini merupakan kumpulan ringkasan penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada Pusat Penelitian danPengembangan Lektur Agama, Badan Litbang Departemen Agama RI. Sasarannya adalah sejumlah suratkabar yang diterbitkan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk satu surat kabar terbitan ibukota. Ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang kebijakan redaksi masing-masing surat kabar perihal pemuatan artikel keagamaan, penulis, isi dan corak serta respons pembacanya. Pertimbangan untuk melakukan hal di atas timbul karena mencermati kedudukan surat kabar sebagai salah satu bahan bacaan yang banyak beredar di masyarakat. Sebagian dari surat kabar tersebut menaruh perhatian terhadap masalah-masalah keagamaan, tidak hanya melalui pemberitaan melainkan dengan memuat rubrikatau artikel keagamaan. Kehadiran surat kabar semaca ini agaknya mempunyai arti penting dalam rangkapenyebaran informasi keagamaan dan mendukung upaya-upaya untuk mengembangkan kualitas moral dan spiritual masyarakat. Fenomena ini penting untuk dikaji sebab banyak di antara penerbitan serupa kurang peduli terhadap hal-hal keagamaan, bahkan dikuatirkan membawa dampak yang berlawanan dengan uPaya pembinaan moral bangsa. Kehadirannya senderung mengeksploitasi selera rendah untuk kepentingan sesaat yang bersifat material. Bahan bacaan dalam perspektif agama (Islam) memPunyai kedudukan penting, sebab ia merupakan bagian dari aktivitas membaca. Aktivitas ini dipandang sebagai tonggak fundamental dari upaya pembinaan manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Tujuan utama yangdiharapkan adalah tumbuhnya kesadaran manusia akan adanya Zat Yang Maha kuasa sebagai sumber nilai tertinggi dan sekaligus sebagai tujuan perjalanan hidup manusia. Hal tersebut terbaca dengan jelas pada ayat Alquran yang pertama kali diturunkan. Yakni: "Bacalah dengan nama Tuhanmu ". Artinya, manusia dituntun untuk melakukan aktivitas baca, termasuk di antaranya memilih objek bacaan, yang dapat mengantarkannya untuk sampai pada tujuan hidupnya yang esensial, meniti kehidupan yang sejahtera lahir dan batin. Ia pada suatu ketika kelak dihadapkan kembali kepada Khaliknya dalam keadaan rida dan diridai atau radhiyatar mardhiyyatan. Pesan transendental tersebut agaknya cukup dicermati oleh sejumlah tokoh pers nasional dan pemerintah yang sejak awal telah mengarahkan agar pers Indonesia dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Pers yang mengacu pada falsafah bangsa tersebut sering dilukiskan sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab. Tanggung jawab yang dimaksud tentu saja memiliki makna yang luas dan memberi peluang terhadap pemaknaan yang beragam. Di antaranya, pers di negeri ini daiam menjalankan fungsinya diharapkan tidak hanya berpijak pada kebenaran dan objektivitas isi pesan yang disampaikan-nya. Pers diharapkan memberi kontribusi untuk kemaslahatan masyarakat secara umum. Penghayatan terhadap nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan agaknya neenghendaki pers membawa dampak positif bagi masyarakat. Arahan yang bersifat ideal dan normatif tersebut malhirkan tafsiran dan implementasi yang beragam. Moh. Zahid dalam laporannya mengungkapkan bahwa segala yang dimuat dalam surat kabar merupakan suatu sistem. Pemuatan artikel keagamaan merupakan subsistem pendidikan masyarakat dari sistem pers pada umumnya. Sistem pers sendiri berdiri di atas dasar-dasar perundang-undangan, kode etik serta kepatutan-kepatutan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Artinya, sebagian dari pengelolaan surat kabar, seperti yang diungkapkan oleh Rosehan Anwar, mempunyai komitmen untuk mengambil bagian dalam pembangunan bangsa, termasuk di dalamnya bidang keagamaan. Ungkapan lain yang digunakanuntuk itu, seperti dilaporkan Abdan Syukri, yakni mengembangkan dan memperdalam makna humanisme transendental. Surat kabar, seperti dikemukakan oleh M. Hamdar Arraiyyah, disadari oleh sebagian insan persuratkabaran sebagai salah satu media dakwah yang efektif. Mereka mengembangkan misi yang mengarah kepada pengembangan kualitas hidup umat yang merupakan bagianterbesar dari pembacanya. Selain itu, terdapat pula surat kabar yang berperan sebagai sarana informasi keagamaan secara umum tanpa membawa misi tertentu. Surat kabar ini, seperti dilaporkan Alhumam MZ, memberi kesempatan yang sama secara bergilir pada semua agama yang diakui secara resmi di negeri ini untuk mengkomunikasikan pesan-pesannya melalui surat kabar tersebut. Perbedaan pandangan di atas melahirkan porsi muatan keagamaan yang beragam pula. Sebagian dari surat kabar yang menjadi sasaran penelitian ini memperlihatkan frekuensi pemuatan artikel keagamaan yang tinggi, yakni empat sampai enam kali dalam seminggu. Sebagian lainnya menghususkan diri pada hari Jumat dengan porsi yang besar, yakni sebanyak empat halaman. Akan tetapi porsi yang besar terhadap bidang keagamaan tidak selaluberarti bahwa pengelola surat kabar )iang bersangkutan mempunyai misi khusus untuk mengembangkan agama. Mazmur Sya rani dalam laporannya mengungkapkan bahwa hal tersebut dilakukan karena pengelola media cetak yang bersangkutan menyadari bahwa hampir seluruh pembacanya (96,84 %) adalah Muslim. Diakui secara gamblang bahwa pertimbangan utama mengenai hal tersebut adalah untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan pasar. Sikap tersebut tampak jelas bagi pengemat setempat ketika surat kabar yang dimaksud memberikan dukungan pada partai politik vang berlabel nasional pada masa kampanye pemilihan umum. Hasan Basri dalam laporannya menyebutkan bahwa pengelola surat kabar yang menjadi sasaran penelitiannya menyadari bahwa pendukung utama surat kabar mereka adalah penganut agama Islam. Diperkirakan jumlahnya sekitar 99 dari total pembacanya. Dukungan tersebut kemudian disikapi secara positif, yakni dengan menawarkan sajian keagamaan setiap kali terbit. Mereka memperkirakan bahwa saiian keagamaan tersebut justru menjadi salah satu daya tarik dari surat kabar tersebut. Di balik pertimbangan tersebut, mereka juga mempunyai misi yang jelas, yakni menyampaikan ajaran agama/terutama bagi mereka yang tidak sempat membaca buku agama dan untuk menunjang program pemerintah dalam hal pembinaan masvarakat. Warna agama (Islam)bagi sebuah surat kabar di tengahkomunitas yang mayoritas Musiim agaknya tak perlu dikuatirkan sebagai rintangan bagi kepentingan bisnis "Beberapa surat kabar mengalami kemajuan pesat dan mampu mempertahankan posisinya sebagai surat kabar terkemuka di wilayahnya iusiru ketika memperlihatkan kepeduliannya terhadap agama yang dianut oleh mayoritas pembacanya. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat agama merupakan fitrah manusia. Jika surat kabar sebagai sumber informasi vang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka dengan sendirinya akan semakin dibutuhkan jika memenuhi kebutuhan spiritual pembacanya. Artikel ataupun rubrik keagamaan di surat kabar agaknya memiiiki nilai lebih dibanding lektur keagamaan lainnya, seperti buku. Artikei keagamaan dapat mendekatkan masyarakat pada ajaran agamanya terutama bagi mereka yang tak sempat membaca buku agama, tak sempat mengikuti siaran keagamaan melalui media elektronik, dan sangat jarang mengikuti siraman rohani melalui tatap muka. Selai itu, artikel keagamaan menawarkan kajian keagamaan yang aktual di masyarakat. Bahasa keagamaan di media ini seringkali muncul darihasil pengamatan penulisnya dan sebagian lainnya merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukanoleh pembaca. Jawaban yang sifatnya tertulis memberi kesempatan pada nara sumbernya untuk mempersiapkan seakurat mungkin berdasarkan rujukan yang standar. Lektur keagamaan di surat kabar mempunyai salah satu ciri yang menonjol, yakni membahas yang sedang aktual di masyarakat. Temuan itu agaknya merata di setiap daerah, seperti yang dikemukan oleh M. Yusrie Abady. Dengan sifatnya yang demikian itu, maka artikel keagamaan berperan dalam menjelaskan persoalan yang terjadi di masyarakat dalam jangka waktu yang relatif cepat. Selain itu, artikel keagamaan mempunyai kontribusi positif di dalam menciptakan kondisi sosial yang diharapkan di suatu daerah atau menghilangkan gejala sosial yang tidak menguntungkan. Contoh yang dapat ditujukan untuk itu adalah peranan penulis artikel keagamaan di Harian Fajar untuk mencegah kerusuhan massa di Sulawesi Selatan dan penulis artikel keagamaan di Harian Waspada dalammemerangi praktik penggandaan uang di Medan. Tema yang diangkat dalam artikel keagamaan pada umumnya adalah masalah aktual di masyarakat, baik dalam skala lokal maupun nasional. Akan tetapi, hal tersebut tidaklah berarti bahwa hampir semua persoalan yang ada sudah dibahas secara keseluruhan. Ini disebabkan karena pemilihan tema tidak terlepas dari perhatian dan kecenderungan penulisnya sehingga sering ada tema yang terlalu sering dibahas, cenderung berulang, namun di sisi lain ada tema yang hampir tidak tersentuh atau luput dari perhatian penulis. Keadaan tersebut agaknya mendorong banyak pembaca untuk mengusulkan partisipasi penulis dengan jumlah yang lebih banyakdan latar belakang disiplin ilmu yang beragam. Porsi bahasan keagamaan dalam sebuah artikelkeagamaan terkadang sangat minim. Yang ditonjolkan oleh penulisnya adalah perbincanganmasalah tertentu kemudian disorot dari sudut pandang agama. Dalil ataupun pandangan keagamaan dijadikanlandasan untuk melakukan justifikasi. Dalam ungkapan lain disebutkan bahwa artikel keagamaan terkadang tidak membahas suatu persoalan secara tuntas, namun memberi dorongan untuk kajian lebih lanjut. Selain itu, sebagian artikel agaknya memang dimaksudkan untuk menjelaskan ajaran agamadalam bidang tertentu, seperti akidah, ibadah, dan akhlak. Uraiannya memuat sejumlah ayatAlquran dan Hadis Nabi Muhammad kemudian dijelaskan dengan mengangkat contoh aktual di masyarakat. M. Syatibi dalam laporannya menyebutkan bahwa ada di antara penulis artikel keagamaan yang banyak memberiperhatian pada hal-hal praktis karena masyarakat pembacanya dipandang sangat awam tentang ajaranagamanya. Uraiannya berisi bimbingan dasar tentang ajaran agama yang disertai dengan dalil yang bersumber dari Alquran dan hadis atau lazim disebut dengan dalil naqli. Penulis dalam hal ini merespons kebutuhan masyarakat lapisan bawah. Meskipun demikian, menurut sejumlah penulis, masih ada golongan yang belum mendapat perhatianmemadai, seperti kaum wanita, anak-anak, dan remaja padahal jumlah mereka sangat besar. Bimbingankeagamaan yang minim agaknya membuat golongan yang disebutkan itu sangat rentan terhadap pengaruh negatif ditihat dari segi penghayatan keagamaan Artikel keagamaan dengan isi dan coraknya yang beragam di berbagai daerah disambut secara positif. Secara umum artikel keagamaan dinilai bermanfaat, bahkan sangat bermanfaat oleh responden, meskipun di antara mereka itu ada yang jarang membaca artikel tersebut atau mengambil manfaat dari artikel tersebut secara langsung.Manfaatnya, antara lain menambah pengetahuan agama, meningkatkan kesadaran beragama, dan memahami persoalan aktual dari segi agama. Selain itu, menurut iemuan Thanthawy Djauhari, ada sebagian kecil responden yang kurang merasa manfaat langsung dari artikel keagamaan di surat kabar. Mereka mempelajari agama dengan bantuan guru, ustaz di tempat pengjian atau melalui media elektronik. Cara tersebut menggugah kesadaran kita bahwa ada di antara umat ini yang lebih menyukai bimbingan keagamaan melalui tatap muka atau informasi lisan. Ini agaknya tidak terbatas di kalangan orang awam/melainkan juga pada sebagian kaum intelektual. Alumni perguruan tinggi agama, seperti terlihat dalamlaporan Bunyamin Yusuf, memberi kontribusi yang sangat !ebar dalam penulisan artikel keagamaan di surat kabar. Sebagian dari mereka telah menvelesaikan program 52 atau 53. Di antara mereka terdapai sejumlah periulis handal yang sangat piawai dalammenyampaikan gagasan secara tertulis sehingga dipuji banyak pembaia. Walaupun demikian, sejumlah redaktur surat kabar mengungkupkun bahwa banyak artikel keagamaan yang sampai-ke meja mereka tidak dapat dimuat karena kualitasnya kurang memenuhi ketentuan. Menurut yasin R. Ansori, kendali pemuatan artikel keagamaan tidak hanya dari mutunya yang rendah, melainkan juga dari jumlah tulisan yang sanagt sedikit. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu usul ataupun rekomendasi yang dimajukan dalam sejumlah laporan yakni perlu diselenggarakan pelatihan bagi para penulis ataupun calon penulis artikel keagamian. Kegiatan tersebut sekaligus untuk merespons harapan sebagian responden maupun informan yang mengrsulkur, peningkatan kualitas artikel keagamaan di surat kabar. Akhirnya perlu dikemukakan bahwa sebegitu jauh tidak diungkapkan adanya protes terhadap isi artikel keagamaan yang dimuat di surat kabar. Ini belum tentu berarti bahwa isi artikel tersebut dapat diterima oleh semua kalangan pembaca. Ini mungkin terkait dengan kebijakan redaksi yang menetapkan sejumlah ketentuan terhadap artikel yang layak dimuat. Artikel yang membahas masalah khilafiyah agaknya dihindari oleh pihak redaksi. Namun demikian, tidaklah berarti perbedaan pendapat itu tidak dapat dibahas. Menurut usul saiah seorang responden, perbedaan pendapat itu dapat disajikan dalam bentuk analisis komparatif. iwn.
|