Judul | Etika Dan Hukum : Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas |
Pengarang | Sumaryono, E |
Penerbitan | Yogyakarta : Kanisius, 2002 |
Deskripsi Fisik | 301 hlm. ;23 cm. |
ISBN | 979-210-575-1 |
Subjek | Hukum Dan Etika |
Abstrak | ETIKA HUKUM FILSAFafat adalah seni membentuk, menemukan, dan membuat konsep, namun lebih dari itu, `filsafat adalah disiplin yang menyibukkan diri dalam menciptakan konsep`, demikian kata Gilles Deleuze (194, 2, 5). tetapi tidak berarti filsafat menjauhi realitas dengan konsep itu filsafat berusaha mencerahi, menafsirkan, dan mengkritik kenyataan. `Hukum kodrat` merupakan konsep yang memiliki sejarah panjang sejak zaman Yunani dengan pasang surutnya. Konsep hukum kodrat sebagaimana dirumuskan oleh Thomas Aquinas pada Abad Pertengahan, merupakan perumusan kembali apa yang telah dipikirkan oleh Plato dan Aristoteles. kita mendengar pernyataan, `sine Thoma Aristoteles mufus esset`,`tanpaThomas, Aristoteles bisu`. Memang, seperti dikatakan W.K. Frankena, hukum kodrat kerap kali diserang atau dipertahankan, dihancurkan atau dihidupkan kembali, tanpa diperjelas apa yang dibicarakan. Pertama-tama yang dibahas oleh Thomas sebetulnya bukanlah `hukum` seperti `hukum positif, tetapi suatu tesis atau teori tentang hukum. |
Bahasa | Indonesia |
Bentuk Karya | Bukan fiksi atau tidak didefinisikan |
Target Pembaca | Umum |
No Barcode | No. Panggil | Akses | Lokasi | Ketersediaan |
---|---|---|---|---|
037444 | 340.01 SUM e | Dapat dipinjam | DISPUSARDA Kota Metro - Ruang Koleksi Umum | Tersedia
pesan |
037445 | 340.01 SUM e | Dapat dipinjam | DISPUSARDA Kota Metro - Ruang Koleksi Umum | Tersedia
pesan |
037446 | 340.01 SUM e | Dapat dipinjam | DISPUSARDA Kota Metro - Ruang Koleksi Umum | Tersedia
pesan |
Tag | Ind1 | Ind2 | Isi |
001 | INLIS000000000001330 | ||
005 | 20220404045521 | ||
008 | 220404################g##########0#ind## | ||
020 | # | # | $a 979-210-575-1 |
035 | # | # | $a 0010-0621000930 |
082 | # | # | $a 340.01 |
084 | # | # | $a 340.01 SUM e |
100 | 1 | # | $a Sumaryono, E |
245 | 1 | # | $a Etika Dan Hukum : $b Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas |
260 | # | # | $a Yogyakarta :$b Kanisius,$c 2002 |
300 | # | # | $a 301 hlm. ; $c 23 cm. |
520 | # | # | $a ETIKA HUKUM FILSAFafat adalah seni membentuk, menemukan, dan membuat konsep, namun lebih dari itu, `filsafat adalah disiplin yang menyibukkan diri dalam menciptakan konsep`, demikian kata Gilles Deleuze (194, 2, 5). tetapi tidak berarti filsafat menjauhi realitas dengan konsep itu filsafat berusaha mencerahi, menafsirkan, dan mengkritik kenyataan. `Hukum kodrat` merupakan konsep yang memiliki sejarah panjang sejak zaman Yunani dengan pasang surutnya. Konsep hukum kodrat sebagaimana dirumuskan oleh Thomas Aquinas pada Abad Pertengahan, merupakan perumusan kembali apa yang telah dipikirkan oleh Plato dan Aristoteles. kita mendengar pernyataan, `sine Thoma Aristoteles mufus esset`,`tanpaThomas, Aristoteles bisu`. Memang, seperti dikatakan W.K. Frankena, hukum kodrat kerap kali diserang atau dipertahankan, dihancurkan atau dihidupkan kembali, tanpa diperjelas apa yang dibicarakan. Pertama-tama yang dibahas oleh Thomas sebetulnya bukanlah `hukum` seperti `hukum positif, tetapi suatu tesis atau teori tentang hukum. Hukum kodrat dapat dikatakan `transhistotis`, tetapi bukan `ahistoris`, karena merupakan prinsip metafisik atau fondasi hukum positif (Rommen, 1964, hlm. 105-106). Dengan teorinya mengenai hukum kodrat, Thomas mau memberikan dasar metafisik mengenai kemungkinan teori etika dan hukum yang harus didasarkan pula pada etika. Dalam tulisannya yang berjudul `The Traditional Concept of Natural Law: An Interpretation`, columba Ryan mengatakan, `Bila kita berbicara mengenai hukum kodrat, kita berada di dalam wilayah etika atau moralitas dan tidak membahas malah-masalah hukum dalam arti sempit` (A.J. Lisska, 1996, hlm. 80). Konsep hukum kodrat adalah suatu konsep filosofis yang memberikan jawaban atas Pertanyaan `APA yang menjadikan hukum suatu hukum ? Jawaban yang diberikan oleh Thomas Aquinas adalah jawaban `Aristotelian` , yaitu suatu teori moral yang didasarkan pada filsafat tentang `kodrat manusia`. Thomas melihat kodrat manusia bersifat teleologis, yaitu memiliki kecenderungan atau disebut pula `disposist` yang terarah pada tujuan (teloltertentu. Apu yang dituju itu atau apa yang menjadi orientasi kodrat manusia itu adalah `baik`, karena realisasinya akan menjadi pemenuhan dan penyempurnaan dari kodrat manusia. oleh karena itu, kita dapat menyebutnya sebagai nilai-nilai kemanusiaan`Kodrat manusia (natura humana) adalah `kemanusiaan` (humanitas) kita Karena kemampuan akal budi, maka orientasi kodrat manusia itu bukan orientasi yang buta. Melalui akal budinya itu manusia mengetahui dan menerima orientasi kodratnya sebagai norma bagi kehiduparmya. Dengan cara itulah hukum kodrat `dipromulgasikan` untuk dilaksanakan oleh dirinya sendirinya, atau menurut rumusan Thomistik: rasio teoretis menjadi rasio praktis, sebab formal (causa formalis), yaitu kodrat manusia, menjadi sebab final (causa finalis) tindakan manusia (H.A. Rommen, 1964, hlm 11,4).Manusia dapat menerima hukum kodrat atau menolaknya. ia dapat bertindak sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, atau bertindak manusiawi, yaitu sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, atau dia dapat bertindak berlawanan dengan kodratnya sebagai manusia. Dari Pengamatan atas pengalaman bangsa manusia , ada `kesepahaman umum` mengenai apa artinya bertindak secara `manusiawi` , sehingga misalnya kalau ada orang yang mengatakan tindakan Hitler adalah manusiawi ia dianggap menyimpang dari `standar` yang umum tadi. Kasus Hitler mendekati suatu paradigma d1 mana predikat `manusiawi` itu tidak dapat diterapkan (A.C. Danto, 1964, hlm 1971. Keseluruhan dari dimensi kebebasan, rasionalitas, keutuhan diri manusia dan penguasaan atas tindakannya diungkapkan oleh Thomas dengan menyebut manusia sebagai pribadi atau personal. Persona adalah manusia sebagai `subjek` atas tindakannya yang ditentukan sendiri karena kebebasarmya. Dikatakan juga oleh Thomas bahwa manusia sebagai persona adalah tujuan (finis in se) dan karenanya manusia tidak boleh diperalat atau dijadikan objek. Lebih lanjut Thomas mengakui manusia sebagai makhluk, yaitu sebagai ciptaan Allah. Oleh karena itu, dikatakan bahwa hukum kodrat merupakan partisipasi dari hukum abadi, yaitu rencana abadi Allah terhadap ciptaan-Nya. Hukum abadi atau rencana abadi Allah terhadap ciptaan itu tertanam dalam kodrat ciptaan yang menjadi orientasi ciptaan menuju pemenuhan tujuannya. Manusia sebagai ciptaan yang berakal budi menyadari orientasi ini, yang baginya menjadi hukum kodrat. Melaksanakan hukum kodrat, yaitu bertindak sesuai jengan kodratnya sebagai manusia adalah juga melaksanakan aPa yang dikehendaki Allah. Itulah makna dari kaitan antara hukum kodrat dan hukum abadi. Mengenai kaitan antara hukum kodrat dan hukum positif atau hukum yang dibuat oleh manusia, Thomas mengatakan bahwa harus ada dasar moral bagi hukum positif, yaitu harus selaras dengan hukum kodrat. Hukum haruslah membantu manusia berkembang sesuai kodratnya: menjunjung keluhuran martabat manusia, bersifat adil, menjamin kesadaran dan kebebasan, memajukan kepentingan dan kesejahteraan umum. dalam Summa Theologiael-Il, q,.96, a.4, Thomas mengatakan Hukum dapat tidak adil ... karena bertentangan dengan kesejahteraan manusia. hal ini dapat terjadi karena tiga hal: pertama, karena penguasa memaksakan hukum yang tidak membawa kesejahteraan umum tetapi semata-mata hanya karena karena keinginan penguasa sendiri, kedua karena pembuat hukum melampaui kewenangan yang dimiliki ketiga, karena hukum daksakan kepada masyarakat secara tidak sama, meskipun alasannya demi kesejahteraan umum. Thomas menyebut hal itu lebih merupakan tindak kekerasan daripada hukum dan ia mengingatkan aPa yang dikatakan Agustinus: Suatu hukum yang tidak adil sama sekali bukanlah hukum . Pandangan yang demikian bertentangan dengan positivisme hukum yang tidak menerima hubungan antara hukum dan moralitas. Seperti diamati oleh A.J. Lisska, sesudah Perang Dunia II mulai timbul perhatian baru pada teori hukum kodrat, lebih-lebih karena dasar teoretis dari positivisme hukum tidak mencukupi lagi atau tidak dapat menjawab permasalahan-permasalahan fundamental yang berkaitan dengan masalah hukum. Bila pengadilan yang diadakan di Nurenberg, di mana diajukan atas kejahatan melawan kemanusiaan harus memiliki dasar teoritis, maka dibutuhkan suatu bahasan tentang hakikat hukum yang berbeda dari dan yang mengatasi teori positivisme hukum (A.I. Lisska, 1996). by iwn. |
650 | # | 4 | $a Hukum Dan Etika |
990 | # | # | $a 037444 |
990 | # | # | $a 037445 |
990 | # | # | $a 037446 |
990 | # | # | $a 037447 |
990 | # | # | $a 037448 |
Content Unduh katalog
Karya Terkait :