520
|
#
|
#
|
$a Atlas Sejarah Indonesia Masa Klasik (Hindu - Buddha) Masa Klasik Indonesia adalah suatu masa yang rentang waktunya antara sekitar abad ke-5 hingga abad ke-15 Masehi. Masa ini ditandai dengan awal masuknya beberapa unsur kebudayaan India di Nusantara (Kepulauan Indonesia), antara lain sistem pemerintahan (bentuk kerajaan atau kadatuan), religi (termasuk di dalamnya ajaran Hindu dan Buddha), bahasa dan tulisan, serta kesenian (seni pahat dalam bentuk arca dan relief, serta arsitektur dalam bentuk pertirtaan, candi dan stapa): Hingga saat ini awal masuknya kebudayaan India ditandai dengan prasasti yang dipahatkan pada tujuh buah yapa (abad ke-5 Masehi) dari Kutai, Kalimantan Timur. Hasil-hasil budaya dalam bentuk bangunan dan arsitekturnya pada umumnya masyarakat menyebutkannya dengan nama candi. Dalam buku ini pengertian yang sudah terlanjur melekat di benak masyarakat tersebut perlu diluruskan. Arti sebenarnya kata `candi` ini kurang jelas. Dalam bahasa Jawa Kuno istilah cinandi berarti `dimakamkan`, padahal arti harfiahnya adalah `dicandikan`. Berdasarkan pengertian itu, ada yang mengartikan bahwa candi itu tidak lain adalah bangunan pemakaman. Ada pula yang menafsirkan bahwa kata `candi` itu berasal dari bahasa Sansekerta candika, yaitu nama dewi Durga dalam kedudukannya sebagai dewi kematian. Di Nusantara pada masa klasik Indonesia, bangunan candi dipakai sebagai bangunan suci umat Hindu. Di dalam bilik-bilik bangunan biasanya ditempatkan arca-arca pantheon (kelompok) Hindu, seperti arca iwa, Brahma, Wisnu, dan Ganega. Arca-arca ini ditempatkan pada bilik-bilik bangunan sesuai arah penjuru angin. Pada dindingnya biasanya dipahatkan relief cerita yang bersifat Hindu, seperti Ramayana dan Kré snayana. Pada awalnya, ketika Buddha Gautama masih hidup atau setelah kematiannya, stiipa adalah tempat penyimpanan benda suci (termasuk juga bagian anggota badan seperti rambut, kuku, dan gigi) yang pernah digunakan atau dimiliki oleh Buddha Gautama atau arhat (orang yang dianggap suci) terkemuka dalam ajaran Buddha. Stupa berbentuk setengah bulatan yang pada puncaknya diberi hiasan semacam tiang yang disebut yasti. Di bagian dasar/alas dari bentuk bulatan itu terdapat lapik. Bangunan-bangunan suci umat Buddha yang disebut stapa itu, di Indonesia ditemukan di Sumatra, Jawa, dan Bali. Ini bukan berarti hanya ditemukan di tiga pulau tersebut, di pulau lain juga ditemukan, tetapi dalam bentuk relief seperti taka, Awadhana, dan Lalitawistara. Ada juga bangunan stripa yang masif dalam artian tidak mempunyai ruangan seperti Stupa Mahligai di Muara Takus (Riau), Unur Jiwa di Batujaya (Jawa Barat), dan Stupa Sumberawan (Jawa Timur). Bangunan-bangunan lain yang sering disebut candi adalah petirtaan (pemandian). Bangunan jenis ini kebanyakan ditemukan di Pulau Jawa, antara lain Candi Tikus di Trowulan, Jalatunda di Penanggungan, dan Candi Kepung di Kediri (Jawa Timur). Di Bali bangunan petirtaan ditemukan di depan Goa Gajah. Bangunan jenis ini berupa sebuah kolam dengan pancuran-pancuran air yang disebut jaladwara. Pancuran-pancuran air biasanya ditempatkan pada dinding kolam. Kadangkala pancuran air keluar dari dalam bokor yang dipegang oleh arca wanita/pria, atau kadang-kadang keluar dari payudara arca wanita. Buku yang berjudul Atlas Jaman Klasik Indonesia ini menguraikan beberapa tinggalan budaya masa lampau yang mendapat pengaruh budaya India. Sistematika penulisannya dibagi dalam beberapa bagian menurut provinsi di Indonesia. Tidak semua provinsi di Indonesia yang jumlahnya 33 menyimpan tinggalan budaya yang mendapat pengaruh India. Provinsi-provinsi di kawasan tengah dan timur Indonesia dapat dikatakan nyaris tidak ada tinggalan budaya berciri seperti itu. Provinsi yang ada tinggalan budaya pengaruh India, seluruhnya ada 22 dan terdapat di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Provinsi-provinsi yang tidak mempunyai --atau belum ditemukan-- tinggalan candi dan stapa, seperti Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Nusatenggara Barat, untuk sementara yang dituliskan hanya temuan berupa prasasti, arca, atau tinggalan budaya lain yang mendapat pengaruh budaya India.Demikian selintas isi buku ini, semoga dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai kekayaan budaya Bangsa Indonesia. Sebagai ucapan terimakasih, saya tujukan kepada Direktur Geografi Sejarah, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala yang telah mengusahakan terbitnya buku ini.
|