02722 2200229 4500001002100000005001500021008004100036020002200077035002000099082001400119084002000133100003700153245006200190260004500252300002300297520210000320650002602420650001402446990001002460990001102470990001102481INLIS00000000000828220220208015027220208 g 0 ind  a978-979-461-522-5 a0010-0721003541 a364.031 4 a364.031 4 IRI p1 aIrianto, Sulistyowati.. [et.all]1 aPerdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika aJakarta :bYayasan Obor Indonesia,c2007 a162 hlm. ;c21 cm. aPerdagangan Perempuan Dalam Jaringan Pengedaran Narkotika Modus operandi `baru` dalam pengedaran narkotika adalah mengerahkan perempuan secara massive untuk dijadikan kurir. Sebelumnya perempuan-perempuan itu dijadikan pacar, kekasih gelap, istri, atau berada dalam relasi personal yang dekat dengan laki-laki yang menjadi patron dalam pengedaran narkotika. Relasi personal diiringi oleh relasi kekuasaan yang timpang antara perempuan dan laki-laki tersebut, dan dalam kondisi seperti inilah perempuan diperintahkan untuk membawa narkotika dari dan keluar Indonesia. Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa perintah tersebut juga disertai oleh kekerasan bila perempuan menolak. Karena seksualitasnya, perempuan dianggap mudah diperdaya, tidak dicurigai membawa "barang gelap ", menurut dan tidak bertanya, dan biasanya perempuan mau menerima pekerjaan itu, karena dialah yang menempatkan diri sebagai survivor kemiskinan keluarga. Mereka juga tidak diberi opsi tentang risiko pekerjaan tersebut, yaitu dipenjara dan sampai mendapat hukuman mati. Sementara itu hukum menempatkan mereka sebagai kriminal, karena yang lebih dipentingkan adalah konfirmasi antara tuduhan jaksa dengan bunyi pasal-pasal dalam Undang-Undang. Mereka melakukan pekerjaan secara "sukarela ", dan tertangkap tangan, dan tidak ada pertimbangan untuk meringankan. Pengalaman perempuan, latar belakang mengapa mereka melakukannya, dan bagaimana mereka sampai tetangkap di bandara, tidak diperhitungkan. Lebih-lebih lagi, tidaklah dipahami bahwa kegiatan menggunakan perempuan tersebut dapat menunjukkan adanya fenomena perdagangan perempuan, dengan atribut adanya perekrutan, penyekapan atau pembatasan gerak, migrasi, memberi pekerjaan yang berbahaya, kekerasan dan perendahan. Instrumen hukum, khususnya konvensi internasional, berkenaan dengan perdagangan perempuan, tidak menjadi acuan dalam proses peradilan. Akhirnya, perempuan-perempuan itulah yang sekarang mendekam di penjara dan menantikan hukuman mati. Setelah mereka mati, barangkali akan ada 1000 perempuan lain yang akan menggantikan, dengan kisah-kisah yang sama. 4aAspek Hukum Narkotika 4aPerempuan a04230 a044838 a044839