05156 2200253 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245009000097100002200187260004400209300002300253020001800276084001400294520449900308082000804807650002204815990001004837990001104847990001104858990001104869990001104880990001104891INLIS00000000000315920220112105149 a0010-0621002759220112 g 0 ind 1 aOtonomi Daerah :bDesentralisasi Dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda Dan Anggota DPRD1 aYudoyono, Bambang aJakarta :bPustaka Sinar Harapan,c2003 a171 hlm. ;c20 cm. a979-416-695-2 a352 YUD o aOtonomi DaerahTuntutan perlunya dilaksanakan demokrasi dan demokratisasi secara nyata di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sebenarnya telah lama didengungkan. Ketika banyak pihak beramai-ramai menolak praktek-praktek Demokrasi Terpimpin, dan memasuki era di bawah Penguasa Orde Baru, harapan terwujudnya tuntutan itu nampaknya akan segera menjadi kenyataan. Tetapi dalam perjalanan, mereka ternyata sangat kecewa, tatkala dengan payung Demokrasi Pancasila Pemerintah cenderung menerapkan sentralisasi kekuasaan. Alasannya cukup logis. Demi pembangunan yang memerlukan prasyarat terwujudnya stabilitas nasional. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan pun kemudian dikendalikan secara terpusat yang berakibat ketergantungan Daerah terhadap Jakarta menjadi sangat besar. Kewenangan Daerah untuk melaksanakan otonomi daerah secara luas tetap saja hanya merupakan bayang-bayang yang tak kunjung jadi kenyataan. Sementara perjuangan untuk mewujudkan demokrasi dan demokratisasi secara terbuka selalu kandas, karena sistem politik yang digunakan Pemerintah Orde Baru tidak memungkinkan seperti itu. Pada waktu gelombang aksi mahasiswa yang didukung masyarakat secara besar-besaran melanda kota-kota di berbagai wilayah Indonesia, dan mengharuskan pak Harto mundur airi kursi kepresidenan, agenda reformasi pun digulirkan. Mengikuti agenda itu, beberapa undang-undang yang dianggap tidak relevan lagi isinya diganti dengan yang baru. Di bidang politik, ditetapkan undang-undang Nomor 2 tahun 1999 tentang partai Politik, undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang pemilihan Umum, dan undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Kemudian dibidang Pemerintahan, ditetapkan undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. saat itu hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemerintahan daerah berkesimpulan, bahwa isi dan semangat undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok pemerintahan Di Daerah dipandang tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman. undang-Undang ini bukan saja mengecilkan arti keberadaan daerah otonom,tetapi juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi dan demokratisasi. Diletakkannya DPRD sebagai bagian dari pemerintah Daerah, telah mengaburkan esensi pembagian kekuasaan, sehingga fungsi kontrol terhadap Kepali Daerah hampir tidak tampak. Di samping itu, dijadikannya daerah otonom sekaligus sebagai daerah administrasi dan diterapkannya model otonomi bertingkat, menjadikan kurang berjalannya pelaksanaan otonomi daerah secara semestinya. Karena dengan pengaturan yang mengutamakan kewajiban dibanding hak, pemerintah Daerah Kabupaten dan Daerah Kota (waktu itu berkedudukan sebagaiDaerah Tingkat II) lebih cenderung melaksanakan fungsi-fungsi Pemerintah Pusat (dekonsentrasi) daripada melaksanakan fungsi-fungsi sebagai Pemerintah Daerah otonom (desentralisasi. Padahal, fungsi utama pemerintahan daerah otonom adalah memberikan pelayanan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat. Semakin dekat jarak antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi pelayanan, Pemerintahan akan berjalan semakin efisien dan efektif. Kini, paradigma baru dalam pelaksanaan otonomi daerah telah digunakan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Undang-Undang ini meletakkan otonomi daerah secara luas pada daerah Kabupaten dan daerah Kota berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Banyak hal baru yang tidak pernah dijumpai dalam ketentuan-ketentuan sebelumnya. Salah satu di antaranya, pemisahan antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif daerahdalam bentuk dan susunan pemerintahan daerah. sebelumnya, kedua lembaga merupakan satu kesatuan yang disebut Pemerintah Daerah. Menyertai pemisahan kedua lembaga ini, kepada DPRD diberikan tugas, hak, dan wewenang yang sangat luas dan bernuansa parlementarian. Misalnya meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah atas suatu kasus. Sementara itu kepada Kepala Daerah dikenai kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPRD di setiap akhir tahun. Buku berjudul otonomi Daerah: Desentralisasi dan pengembangan SDM Aparatur pemda dan Anggota DPRD. ini merupakan kumpulan tulisan yang pernah di sampaikan dalam seminar, semiloka, pembekalan, dan seba gainya,baik diJakarta maupun di daerah-daerah. a352 4aPemerintah Daerah a06400 a024020 a024021 a024022 a024023 a024024