04086 2200253 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245003800097100001400135260003100149300002500180020001800205084001700223520350400240082001103744650001203755650001003767990001103777990001103788990001103799990001103810990001103821INLIS00000000000284520220530022918 a0010-0621002445220530 g 0 ind 1 aKatolik dimasa revolusi indonesia1 aBank, Jan aJakarta :bGrasindo,c1999 a879 hlm. ;c22,5 cm. a979-669-627-4 a275.09 BAN k aKATOLIK DI MASA REVOLUSI INDONESIA Ketika hegemoni Portugis dan Spanyol di kawasan Perairan Hindia berakhir pada awal abad 17, praktis Gereja Katolik tidak ada pelindung. Pimpinan baru VOC mendukung Gereja Kristen Gereformeerd yang mengambil alih jemaat Katolik di kawasan timur Indonesia. Baru abad ke-18 rohaniwan Katolik secara resmi datang kembali di Jawa. Para rohaniwan yang dikirim misi bertugasmerawat iman orang Eropa di Indonesia, antara lain personel militer dan pegawai negeri. Pada tahun 1845 Congregatio de Propaganda Fide (departemen kepausan untuk urusan penyebaran iman) mengirimkan Vikaris Apostolik, Jacob Grooff, ke Hindia Belanda. Begitu menginjakkan kaki di Hindia Belanda, ia menilai para misionaris terlampau mendunia. Jacob Grooff yang menganut garis konservatif, segera mengambil langkah mengejutkan. la mewajibkan biarawan mengenakan jubah, keras dalam hal kawin campur, dan menganjurkan umatnya agar sedapat mungkin menghindari pesta-pesta, konser, dan pertunjukan teater yang bersitat duniawi. Kebijakan Jacob Groof ini kemudian ditentang Gubernur Jenderal J.J. Rochussen, yang berbuntut pada pengusiran Vikaris Apostolik itu ke negeri asalnya, Belanda, pada musim panas tahun 1846. Namun, di dermaga Den Helder sang uskup misi itu dielu-elukan saudara-saudaranya seiman. Konfiik Jacob Grooff -J. Rochussen itu, kemudian diangkat ke debat di Majelis Rendah Belanda pada November 1846. Inilah awal ketegangan hubungan antara Gereja-negara, yang secara diplomatis dirundingkan sejak 1847 dan berujung pada diumumkannya Nota van Punten . Dengan demikian boleh dikatakan, Gereja Katolik di Hindia Belanda tidak ikut berperan dalam perkembangan sejarah kolonialisme Belanda. Vatikan kemudian melakukan dua langkah penting. Pertama, menunjuk orang luar, Petrus Johannes Willekens, putra wali kota di Provinsi Brabant, menjadi Vikaris Apostolik Batavia pada 1934. Kedua, pengangkatan Albertus Soegijapranata menjadi Vikaris Apostolik Semarang pada 1940. Pengangkatan kedua pejabat Gereja di Hindia Belanda itu menjadi penting, terutama dikaitkan dengan semakin matangnya nasionalisme di kalangan orang Katolik-suatu semangat yang juga , sedang matang dan membara di bumi nusantara saat itu. Sejak menjadi mahasiswa di Berchmans-college di Oudenbosch, Soegijapranata sudah akrab dengan proklamator Mohammad Hatta yang saat itu menjadi mahasiswa di Rotterdam. Mgr. Soegijapranata pun sama akrabnya dengan proklamator lain, Ir. Soekarno. Pergaulan yang luas dengan tokoh-tokoh nasionalis itu, kemudian memberikan warna kepemimpinan Soegijapranata sebagai pejabat Gereja. Dari sinilah lahir konsepnya yang brilian terhadapdikotomi Gereja dan negara. Mgr. Soegijapranata menegaskan, Jadilah orang Katolik 100%, sekaligus warga negara Indonesia 100% . Gagasan ini pula yang mengilhami semboyan Pro ecclesia et patria (untuk Gereja dan tanah air).(libra)Jan Bank, dilahirkan tahun 1940, belajar sejarah di Universitas Amsterdam. la pernah bekerja sebagai redaktur harian de Volkskrant dari tahun 1965-1973. Kini ia sebagai guru besar ilmu sejarah di Universitas Negeri Leiden, dan guru besar peranan media massa di Universitas Erasmus di Rotterdam. Hasil karyanya, antara lain Opkomst en ondergang van de Nederlanse Volksbeweging (1978) dan berbagai artikel tentang sejarah nasional negeri Belanda dan proses kemerdekaan Indonesia.rGrasindoGRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIAPenerbit PT GrasindoJI. Palmerah Selatan 22-28 Jakarta 10270KITLVJI. Taman Widya Candra 8JakartaISBN 979-669-627-4 a275.09 4aKristen 4aAgama a031105 a031102 a031103 a031104 a031106