Ketika Nurani Bicara text Jakarta Erlangga 2000 24 hlm. ; 24 cm. KETIKA NURANI BICARA. Anda mungkin pernah mendengar pemeo "Besok yang dimakan apa? " dan "Besok yang dimakan siapa? " Kedua ungkapan yang terkesan sederhana itu, sebenarnya memiliki kedalaman makna. Keduanya munculdari suatu proses pergulatan hati nurani. Di dalamnya tersirat sejarah kemanusiaan: pertentangan antara hak dan batil, antara keadilan dan kezaliman. Ketika seseorang berkata, "Besok yang dimakan apa? "ketahuilah, itu adalah isyarat akan keadaan hidup yang terpinggirkan bahkan dipinggirkan. Para mustadh afin, orang-orang tertindas, kaum fakir miskin, anak-anak yatim, "para abid " yang terpaksa menerima gaji teramat rendah, dan wong cilik lainnya sangat akrab dengan ungkapan yang pertama. Mereka adalah orang-orang yang dikalahkan. Mereka adalah korban kekelaman hati nurani para petinggi negeri dan kaum borju yang kesombongannya seperti setan,keserakahannya bagaikan Qarun, kezalimannya laksana Fir aun. Mereka adalah tumbal orang-orang yang teriakan hati nuraninya terkalahkan oleh bisikan kerakusannya: "Besok yang dimakan siapa? "Jeritan pilu mereka yang kerap dianggap belum jadi manusia bahkan bukan manusia itu, digaungkan penulis buku ini secara menyejukkan. Sikap berontaknya terhadap kepongahan, keangkuhan, ketakpedulian, bahkan kelaliman para gegeden negeri ini pun terekam bijak dalam tulisannya di buku ini. Penulis juga menawarkan solusi untuk menghaluskan hati nurani melalui tulisan-tulisannya seputar penghambaan, Ramadan, Lailatul Qadar, dan lain-lain. Mengenai NU, tak sedikit substansi tulisannya yang sangat kritis. Hati nurani ke-Nu-an kaum nahdliyyin bahkan dipertanyakannya. Namun, sanggupkah dia mempertanyakan hati nurani seorang penghulu kaum nahdliyyin, Gus Dur, yang kini menjadi Presiden? Adakah jawabannya dalam buku ini? Sosial Islam 10/23/00 6:28 297.27 THO k 978-979-015-475-9 220712 20220712103526 INLIS000000000000225 Converted from MARCXML to MODS version 3.5 using MARC21slim2MODS3-5.xsl (Revision 1.106 2014/12/19)