03992 2200217 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245008500097100002300182260006400205300002300269020001800292084002400310520338500334082001803719650000803737650000803745990001003753990001103763INLIS00000000000251020220208102311 a0010-0621002110220208 g 0 ind 1 aDi Bawah Satu Payung :bHasil Konsultasi Public RUU Pengelolaan Sumber Daya Alam1 aSuwarno, Harijanto aJakarta :bTim Konsultasi Publik RUU Pengelolaan SDA,c2004 a180 hlm. ;c30 cm. a973-3598-01-8 aR.333.734 801 SUW d aDI BAWAH SATU PAYUNG Buku Konsultasi Publik dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Alam ini diterbitkan untuk memberikan pemahaman yang luas tentang berbagai implikasi pengelolaan sumber daya alam yang telah terjadi (das Sein) dan tentang kebijakan dan pengaturan apa yang harus dilakukan dalam masa mendatang (das Sollen) untuk mengelola sumber daya alam guna sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan yang mengandalkan pada pemanfaatan sumber daya alam yang terjadi sampai sekarang ini tidak diimbangi dengan kehati-hatian dalam pengelolaannya, yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran sumber daya alam aari waktu ke waktu menjadi semakin tinggi. Kondisi ini menjadi semakin parah dengan adanya ketidakadilan basis legitimasi hukum yang memberikan hak penguasaan yang lebih besar pada pengusaha sumber daya alam dibandingkan hak yang ada pada masyarakat yang meskipun jumlahnya lebih besar namun menikmati sedikit ruang dalam memanfaatkan sumber daya alam. Ketimpangan struktur penguasaan terkait pula dengan pandangan tentang keberadaan hukum negara dan hukum adat. Keabsahan hak yang lebih besar didasarkan pada hukum negara meskipun pada prosesnya tidak melibatkan masyarakat, karena tidak atau kurang adanya pengakuan terhadap hukum adat yang telah dimiliki masyarakat secara turun temurun. Akibatnya adalah munculnya benturan-benturan hidup penguasaan sumber daya alam yang bersumber dari hukum tersebut di atas dan berkembang menjadi konflik yang berkepanjangan. Dalam hukum negara sendiri terjadi kekeliruan orientasi kebijakan yang kini tercermin melalui berbagai peratuaran yang terkait dengan sumber daya alam. Dari sisi substansi, peraturanyang dibuat cenderung mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tanpa perlindungan yang memadai, sehingga membuka ruang yang sebesar-besarnya bagi pemilik modifikasi. Sementara dari sisi proses, peran masyarakat seolah-olah dinegasikan dan tidak dilibatkan dalam penyusunan peraturan tersebut. Selain daripada itu, penyelesaian konflik tentang sumber daya alam tidak pernah dipecahkan secara komprehensif, yang mencakup upaya pencegahan, penanganan konflik, dan penegakan hukumnya.Dengan memperhatikan berbagai kekeliruan di masa lalu di dengan semangat untuk memperbaiki di masa mendatang diperlukan adanya kesepakatan arah baru pembaruan agar dan pengelolaan sumber daya alam. Arah tersebut telah tercantum dalam TAP IX/MPR 2001 sebagai pijakan baru yang telah menetapkan program penyusunan undang-undang yang berkaitan dengan sumber daya alam. Undang-undang yang dimaksudkan memberi arahan yang jelas untuk mengelola sumber daya alam secara demokratis, adil, dan berkelanjutan. Disamping itu, proses penyusunannya melibatkan masyarakat dan multi stakeholders lainnya untuk ikut serta memberikan masukannya sehingga tidak menimbulkan resistensi pada saat implementasinya. Salan satu upaya untuk menjaring masukan adalah dengan dilakukannya proses konsultasi publik yangtelah dilaksanakan di seluruh region, mulai dari Aceh sampai dengan Papua. Kegiatan yang berlangsung secara paralel menghasilkan butir-butir mutiara yang sangat berharga yang diajukan olehmasyarakat yang mencerminkan harapan dan keinginan masyarakat yang kemudian dielaborasikan menjadi butir-butir dalam pasal-pasal Rancangan Undang-undang Pengelolaan. (libra) aR.333.734 801 4aSDA 4aRUU a06590 a024355