07683 2200313 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245007100097100002400168260004500192300002300237020001800260084002000278520691000298082001407208650001207222650002507234990001107259990001107270990001107281990001107292990001107303990001107314990001107325990001107336990001107347990001107358INLIS00000000000144520220608032539 a0010-0621001045220608 g 0 ind 1 aIndonesia Beyond Soeharto :bNegara, Ekonomi, Masyarakat, Transisi1 aEmmerson, Donald K aJakarta :bGramedia Pustaka Utama,c2001 a678 hlm. ;c23 cm. a979-655-718-5 a320.959.8 EMM i aINDONESIA BEYOND SOEHARTO, NEGARA, EKONOMI, MASYARAKAT, TRANSISIPada waktu buku ini dipersiapkan, judulnya seperti menjadi kenyataan. Pada 21 Mei 1998, setelah berkuasa selama lebih dari 30 tahun, Presiden Soeharto mengundurkan diri, Wakil Presiden, B.J. Habibie, diangkat menggantikannya. Pada akhirnya orang Indonesia dapat juga bergerak masuk ke masa pasca Soeharto.Namun demikian, enam bulan setelah mundur, soeharto masih cukup giat dan masih tinggal di Jakarta. Di jalan-jalan dekat rumahnya, para mahasiswa meneriakkan namanya, menuntut agar ia diadili karena korupsi dan penindasan selama masa pemerintahannya. Di warung-warung kopi, dalam perbicangan yang ditayangkan media massa, dalam rubrik surat kabar, dan melalui internet, desas-desus tersebar bahwa ia tetap memanipulasi politik dari betakang layar. Bagaimanapun juga, Presiden Habibie berhubung kepada Soeharto harus seluruh karier potitiknya. Semakin presiden baru mendesak bahwa ia bukan boneka dari perlindungannya yang lama, semakin kokoh pula dugaan-dugaan lawannya akan hal itu. Tidaklah mengherankan bahwa kecurigaan seperti itu bertahan terus. Pada 1998, delapan tahun setelah Augusto Pinochet Ugarte berhenti menjadi plesiden, rakyat Chili terbagi dalam pendapatnya mengenai apakah diadili karena kejahatan yang dilakukan sewaktu ia herkuasa atau tidak. Dua belas tahun setelah Ferdinand Marcos melarikan diri dari Manila, belum ada kepastian tentang berapa dan di mana harta yang sempat mereka kumpulkan selama sang suami memegang jabatan presiden Philipina. Pinochet memerintah selama tujuh belas tahun, Marcos selama dua puluh tahun. Namun lamanya kekuasaan mereka masih kalah oleh Soeharto, yang memangku jabatan presiden sepenuhnya di Indonesia selama tiga puluh tahun-tiga dekade untuk mempengaruhi kalau bukan menentukan bentuk serta isi negara. Makanya warisan Soeharto pasti akan terasa jauh di kemudian hari. Namun, kendatipun diperlukan waktu yang lama bagi bangsa Indonesia untuk sepenuhnya meninggalkan era Soeharto, harus diakui bahwa selama zaman berkuasanya pun, orang Indonesia sempat juga hidup di luar pengaruhnya. Sistem Soeharto yang disebut Orde Baru memang terasa di mana-mana sekaligus membawa dampak yang tidak kecil terhadap warganya. Namun negara sebesar Indonesia tidak pemah dapat didominasi sepenuhnya oleh seseorang, betapaotoriter pun dirinya. lndonesia milik Soeharto dalam bahasa Inggris, Soeharto`s Indonesia-tak pernah lebih daripada suatu metafora. Negara ini terlalu luas dan beragam untuk dijadikan kepunyaan satu orang saja. Maka dari itu, liputan dan susunan buku ini mencerminkan dua ide yang berlawanan arah: di satu pihak, pentingnya politik Soeharto dan pemerintahannya yang otokratis selama puluhan tahun tetapi di lain pihak, oronomi dan vitalitas bangsa Indonesia di bidang ekonomi dan masyarakat, termasuk ekspresi budaya-bangsa yang tidak dapat diibaratkan dengan tanah liat yang dapat dibentuk seenaknya oleh rezim. Oleh karena Indonesia tidak segera akan dapat lolos dari warisan pengaruh Soeharto, maka situasi pasca Soeharto tidak dapat dimengerti tanpa mengetahui terlebih dahulu bagaimana keadaan selama dia berkuasa. Baru pun berarti mengetahui jalannya sejarah Nusantara jauh sebelum kepresidenan Soeharto. Maka penafsiran historis tentang penciptaan Indonesia yang disajikan Robert Cribb dalam Bab 1 Bang-sa dimulai dengan proses dihuninya kepulauan ini oleh orang-orang Austronesia sekitar 5.500 tahun yang lalu. Pada Bab 2 Rezim dan 3 Daerah R. William Liddle dan Michael Malley masing-masing memperhatikan politik Orde Baru dalam jangkauan nasional dan sub-nasional. Mereka juga menyoroti eksperimen pertama Indonesia tentang demokratisasi yang ternyata gagal pada 1950-an. Disoroti juga dalam bab-bab ini betapa pentingnya persepsi dan tafsiran rentang pengalaman yang pahit itu bagi berhasil-tidaknya eksperimen kedua yang sekarang berjalan, yaitu demokratisasi pasca Soeharto.Karena di bawah Soeharto pun Indonesia mempunyai dinamisme dan kemajemukan sendiri, di luar jangkauan rezim, maka bagian kedua dan ketiga buku masing-masing menganalisa urusan ekonomidan masyarakat dari 1960-an sampai pertengahan dekade 1990-an, sambil menjelaskan konteks sejarah seperlunya. Pada Bab 4 pembangunan , Anne Booth menggariskan dan menilai transformasi ekonomi Indonesia. Deregulasi dan swastanisasi menjadi titik perhatian Richard Borsuk pada Bab 5 Pasar. Sedangkan dalam Bab 6 Konglomerat, Ahamd D. Habir melukiskan serta mempertanyakan peran dan pimpinan kelompok-kelompok bisnis yang besar. Para penulis bagian ketiga buku ini membahas hal masyarakat dan budaya. Robert Hefner dalam Bab 7 Agama menelusuri evolusi pluralisme agama dari tahap awalnya kurang lebih dua milenium yang lalu sewaktu Hinduisme dan Buddhisme disebarkan dikepulauan yang sekarang dinamakan Indonesia. Dalam Bab 8 mempertentangkan keragaman peran danistri saja, sedangkan pada bab 9 (ekspresi) virginia hooker memperlihatkan sifat lain lagi dari masyarakat di bawah soeharto yaitu keragaman dan kreativitas penulis, pelukis, dan pameran dalam menghadapi badansensor. Bagian keempat dari buku ini terfokus pada kesudahan kepresidenan Soeharto dan perkembangan selanjutnya. Bab 10 Krismon dan Lengser berusaha menangkap dan memahami kemajemukan krisis yang melanda Indonesia pada 1997-98: jatuhnya Soeharto dan naiknya Habibie, disertai kebakaran hutan, kemerosotan ekonomi, intervensi Dana Moneter Intemasional (lME International Monetary Fund), dan penjadwalan reformasi politik, termasuk pemilihan umum. Bab 11 Pemilu dan Kekerasan berisi kesan dankesimpulan tentang dua peristiwa yang menentukan: pertama, pemilu, yang diselenggarakan di seluruh Indonesia pada 7 Juni 1999 dan kedua, kesempatan yang diberikan kepada masyarakat Timor Timur pada 30 Agustus 1999 untuk menerima ataupun menolak integrasi dengan Indonesia. Bab ini juga menyinggung perkembangan dan peristiwa yang terjadi sampai pertengahan September 2000. Bab 12 sebagai bab terakhir akan menyoroti dahsyatnya perkembangan konflik yang berlangsung dari L999 sampai dengan bulan-bulan awal tahun 2000, khususnya di Aceh, Maluku, dan Papua, guna menanyakan: Akankah Indonesia Bertahan ? Pertanyaan ini dapat saja dianggap oleh sementera pembaca Indonesia sebagai sen-sasi yang berlebih-lebihan dan mengejutkan. Namun media massa di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, cenderung juga menyajikan berita yang mengagetkan. Laporan tentang lepasnya Timor Timur, yang memang disertai pengrusakan dan pembunuhan, di samping kabar-kabar tentang kekerasan di Aceh maupun Maluku, menimbulkan keraguan yang cukup tajam di antara kalangan pengamat asing: Apakah Indonesia akan dapat bertahan sebagai negara ? Ataukah meledak dan hilang-mengikuti nasib Uni Sovyet pada 1991? Versi asli dari Bab 12, yang dimuat majalah Amerika Foreign Affairs terbitan Mei-Juni 2000, ditulis dengan maksud untuk menjawab keraguan pembaca asing itu.(libra) a320.959.8 4aPolitik 4aPemerintahan Sukarto a018637 a018638 a018639 a018640 a018641 a018640 a018637 a018638 a018639 a018641