06133 2200241 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245002500097100002600122260003400148300002500182084001700207520557800224082001105802650001005813650001305823990001105836990001105847990001105858990001105869990001105880INLIS00000000000142220220404024811 a0010-0621001022220404 g 0 ind 1 aAsuransi Dalam Islam1 aMuslehuddin, Mohammad aJakarta :bBumi Aksara,c2005 a165 hlm. ;c20,5 cm. a297.63 MUS a aASURANSI DALAM ISLAM Zaman sekarang adalah zaman kejayaan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modem yang menakjubkan memaksa manusia supaya terus menghasilkan perubahan cara berpikir dan bertindak, cara hidup, dan perilaku. Aturan lama telah memberi tempat kepada aturan bam, dan masyarakat tani beralih kepada masyarakat industri modem. Proses industrialisasi sungguh pesatnya, sehingga tidaklah salah jika perubahan itu disebut sebagai suatu revolusi. Suatu pertentangan timbul, yaitu bahwa revolusi ini membawa keuntungan dalam bentuk kebendaan, namun demikian kerugian nyawa dan harta benda semakin meningkat. Transisi dari kampung dan dusun kepada kota dan metropolis, perkembangan sarana transportasi, yaitu pesawat terbang, perkembangan penggunaan listrik, semua itu akan diikuti dengan musibah, bahaya, dan kecelakaan. Untuk mengurangi beban dan untuk melindungi kemungkinan timbulnya kerugian maka asuransi telah diperkenalkan dan dikembangkan sebagai sebuah institusi yang perlu bagi kehidupan modem sehingga pengaruhnya hampir meliputi seluruh bidang. Orang Islam tertarik untuk meniru-niru institusi yang membawa mereka maju di dunia modem ini, asalkan tidak ada dari sifat dasar institusi itu yang tidak selaras dengan semangat agama dan prinsip hukum Islam. Persoalan yang hangat dibicarakan di dunia Islam dewasa ini adalah persoalan asuransi, yaitu apakah asuransi itu haram atau halal. Berbagai pendapat telah dikemukakan untuk menanggapi persoalan ini sehingga terdapat tiga golongan kaum Muslim dengan tiga pendirian yang berbeda-beda. Golongan pertama berpendapat bahwa asuransi boleh dalam semua bentuk golongan kedua ketika setuju dalam beberapa bentuk saja. Dua golongan yang pertama saling bertentangan - satu golongan ulama modern dan satu lagi ulama ortodoks. Inilah yang menyebabkan saya tertarik untuk memikul tanggung jawab ini, untuk memaparkan dasar-dasar pemahaman mengenai asuransi dan prinsip-prinsip hukum Islam. Setelah saya membuat pendekatan secara objektif tentang masalah ini, saya dapati perbedaan yang besar antara bentuk asuransi pada tingkat permulaan dengan bentuk asuransi yang telah berubah dan berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pada permulaannya merupakan suatu institusi bersama untuk menghadapi kerugian yang terjadi, tetapi setelah berkembang institusi itu sudah menjadi suatu program untuk melindungi kemungkinan rugi, yaitu risiko yang tidak jelas dan tidak pasti. Sejarahnya bisa didapati sejak zaman purba ribuan tahun sebelum Masehi. Saling menolong tujuan utamanya. Semangat saling membantu adalah berdasarkan kepada prinsip yang suci yaitu Anda menanggung kesusahan orang lain , selalu disanjung sebagai suatu sifat yang mulia, oleh karena itu sifat ini diterima Islam. Sayangnya, karena perputaran waktu, kaum kapitalis telah menguasai bidang ini, lalu mereka merancang suatu perjanjian asuransi risiko atau asuransi kemungkinan rugi. Penanggung asuransi setuju untuk menanggung risiko yang dipertimbangkan dengan satu jumlah yang disebut premi . Ini adalah spekulasi dan tampaknya berasal dari pinjaman pelayaran, suatu bentuk asuransi yang terkenal dalam zaman Yunani Purba, kira-kira awal abad keempat sebelum zaman Kristen. Perjanjian pinjaman ini berbentuk penggadaian dengan jaminan kapal (bottomry) dan dengan jaminan kargo (respondentia), yang akan batal seandainya jaminannya hilang. Pada zaman Romawi Purba, mereka menggunakan satu bentuk Traiectilia Pecunia,z yaitu dapat dikatakan usaha yang baik untuk memindahkan beban risiko kepada orang lain yang sanggup memikul tanggung jawab itu dengan pertimbangan bahwa bunga yang tinggi cukup untuk membayar modal dan risiko kehilangannya. Pandangan tentang konteks premi dalam perjanjian asuransi ada kaitannya dengan bunga yang tinggi terhadap pinjaman pelayaran Yunani Purba seperti yang diuraikan dalam Bab 3. Perjanjian asuransi modern adalah menyimpang, dari sifat bantu-membantu kepada satu cabang usaha kaum kapitalis. Selanjutnya, perjanjian asuransi modem berdasarkan prinsip-prinsip kemungkinan dan dengan hukum bilangan banyak, risiko dapat dipindahkan ke dalam biaya tetap. Cara ini dilakukan dengan menggabungkan jumlah risiko yang banyak kemudian digunakan prinsip probabilitas terhadap kumpulan data yang ada hubungan dengannya. Perhitungan secara matematis tidak memberikan pengertian apa-apa karena risiko dipertimbangkan dengan kemungkinan untung rugi dan berpedoman kepada pengalaman yang lalu. Semua itu menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat dan mengakibatkan ganti rugi yang tidak pasti. Alasan ini dan alasan-alasan yang diuraikan dalam bab-bab berikutnya membuktikan bahwa perjanjian asuransi modem tidak sah menurut hukum Islam. Schacht berpendapat, sesuatu yang dibolehkan oleh agama dan pertimbangan akhlak adalah tiap-tiap institusi, transaksi atau obligasi yang diukur dengan nilai-nilai agama dan norma-norma akhlak, misalnya pengharaman riba, pengharaman jual-beli yang tidak pasti (gharar), memastikan secara sama antara dua pihak, memastikan persamaan (mithl). Buku ini dibagi kepada tiga bagian, yaitu pengertian asuransi, latar belakang, serta sifat dan perkembangannya. Bagian kedua membicarakan asuransi menurut pandangan hukum Islam, khususnya tentang hubungan transaksi. Bagian ketiga memaparkan suatu rumusan saran saran, penilaian perjanjian asuransi modem menurut pandangan hukum Islam dan kebaikan asuransi bersama. Pada buku ini Ayat-ayat AI-Qur an yang digunakan sebagian besar berdasarkan terjemahan Marmaduke Pickthal (Hyderabad Deccan, 1938 M) dan George Sale (London, 1877 M).(libra) a297.63 4aIslam 4aAsuransi a037703 a037699 a037700 a037701 a037702