Pergulatan Tanpa Henti Pahit Getir Merintis Demokrasi Nasution, Adnan Buyung text Jakarta Aksara Karunia 2004 ind 563 hlm. ; 21 cm. Pergantian dari Orde Baru ke Era Reformasi membuat Adnan Buyung Nasution dan rekan-rekannya sibuk membenahi tatanan hukum, hak asasi manusia, dan demokrasi yang morat-marit selama pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru. Terpilih masuk "Tim Sebelas " yang independen untuk membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), membawanya menjadi Wakil Ketusa KPU. Di markas KPU Buyung merasakan pahit getir memberikan pendidikan demokrasi kepada lingkungannya yang teras dimulai dari nol. KPU yang akan meluncurkan produk pertama reformasi di bidang politik malah dijadikan ajang cari duit dan sikut-sikutan. Di negara yang puluhan tahun terbiasa berada dalam cengkraman penguasa tiran, upaya menegakkan kebenaran dan keadilan dianggap kontroversi bahkan "dosa besar ". Pembelaan Buyung terhadap para perwira TNI yang dituduh melanggar HAM di Tim-Tim, para konglomerat pengguna BLBI yang sudah setuju menyelesaikan kasusnya melalui MSAA, sampai Abu Bakar Baasyir yang didakwa teroris, menangguk kecaman dari berbagai pihak. Namun Buyung mengayun langkahnya sebagai demokrat sejati yang berpegang teguh pada falsafah Voltaire We disagree each other, but I will protect your right to disagree with me. " Tak heran Buyung bersedia membela tentara yang merupakan lawan politik yang menzaliminya selama ini. Pergulatan hidup Buyung mengejar nilai-nilai negara demokrasi, tegaknay hukum dengan roh keadilan, penghormatan terhadap hak asasi manusia, ibarat berjuang menghadapi badia dan karang. Buyung menyadari bahwa tanpa mempunyai istri, Ria, tak mungkin ia mampu berjuang terus menerus tanpa henti. Biografi Adnan Buyung 928 928 NAS p 979-97903-8-7 220119 20220119031134 INLIS000000000013278 Converted from MARCXML to MODS version 3.5 using MARC21slim2MODS3-5.xsl (Revision 1.106 2014/12/19)