04908 2200253 4500001002100000005001500021035002000036008004100056245006800097100002900165260003500194300002300229020001800252084001900270520426500289082001304554650001404567600001804581990001104599990001104610990001104621990001104632990001104643INLIS00000000001171320211124084627 a0010-0721006972211124 0 1 aProsiding Seminar Nasional Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah1 aNasir, M.safar [ Et Al ] aYogyakarta :bUad Press,c2003 a141 hlm. ;c21 cm. a979-97737-2-5 aR.083.52 NAS p aProsiding Seminar Nasional Pengukuran Kinerja Pemerintah daerahSebagaimana kita saksikan bersama, memasuki milenium ketiga, telah terjadi transformasi yang sangat fundamental terhadap paradigma pembangunan di Indonesia. Keputusan politik untuk mempertegas implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal telah dijadikan pilihan koreksi atas disorientasi pembangunan yang terjadi selama ini. Sebagai konsekuensi dari transformasi kelembagaan dan manajemen sektor publik, maka diperlukan serangkaian reformasi, antara lain reformasi pengelolaan keuangan daerah yang meliputi reformasi sistem pembiayaan dan reformasi sistem penganggaran, reformasi sistem akuntansi, dan reformasi sistem pemeriksaan. Reformasi pengelolaan keuangan daerah dimaksudkan agar pengelolaan uang rakyat (public money ) dilakukan secara transparan dan jujur (probity ) dengan mendasarkan pada konsep value for money (ekonomi, efisiensi, clan efektivitas) sehingga tercipta akuntabilitas publik. Oleh karena itu, diperlukan instrumen pelaksanaan pcngelolaan keuangan daerah yang lengkap dan memadai antara lain sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD), tersedianya indikator kinerja keuangan dan operasional (public sector scorecard), serta adanya mekanisme dan proses pengawasan, baik oleh atasan, Bawasda, DPRD, maupun masyarakat. Pada akhirnya, serangkaian reformasi tersebut dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan publik, balk secara kualitatif maupun kuantitatif, teralokasikannya sumber daya yang efisien dan efektif, serta terciptanya ruang gerak partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Model dan indikator kinerja merupakan salah satu instrumen yang sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik diamanatkan antara lain oleh pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatur agar kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD pada setiap akhir tahun anggaran, sebagai bentuk horitiontal accountability, selain bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mendagri, sebagai perwujudan vertical accountability. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 juga menggariskan agar pada setiap akhir tahun anggaran, kepala daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur Renstra. Instrumen kinerja yang jelas dan terukur akan bermanfaat untuk mengeliminir friksi dan disharmoni antar elemen pelaksanan otonomi daerah yang kerap muncul selama ini. Model pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Tim FE UAD dan BPK Yogyakarta dengan dukungan dari Partnership for Governance Reform in Indonesia telah menyediakan formula pengukuran kinerja pemerintah daerah yang jelas dan terukur. Berdasarkan hasil ujicoba tim di tiga pemerintah daerah yakni Kota Magelang, Kabupaten Purworejo, dan Kabupaten Kebumen, model tersebut telah terbukti dapat diterapkan secara mudah (applicable ) oleh satuan kerja-satuan kerja pemerintah daerah. Pendekatan particzpatory dan multi-stakeholders yang dipakai oleh Tim menghasilkan suatu model yang "membumi ", karena model tersebut dibangun atas dasar kondisi dan kebutuhangras.r root yang dipadukan dengan kajian akademik yang cukup memadai. Indikator kinerja yang tercakup dalam model tersebut mampu memformulasikan value for money dan harapan serta penilaian masyarakat terhadap kinerja pemda. Meskipun masih ada beberapa keterbatasan pada model tersebut, namun langkah awal Tim ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak. Model ini, pada masa yang akan datang, dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengintegrasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Model ini dapat pula direkomendasikan untuk dimanfaatkan dalam pengukuran kinerja satuan kerja pemda, atas dasar kesepakatan antara eksekutif dan legislatif daerah yang dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Prosiding ini, selain memuat hasil riset pengukuran kinerja Tim FE UAD dan BPK Penvakilan III Yogyakarta, juga memuat beberapa tulisan lain mengenai konsep, kebijakan, dan implementasi pengukuran kinerja pemda yang sangat berharga. Semoga prosiding ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di Indonesia serta dapat membuka wacana baru menuju akuntabilitas publik yang lebih balk sehingga dapat terwujud good governance pada semua lini pemerintah di Indonesia. by:of aR.083.52 4aProsiding 4aKinerja Pemda a019273 a019274 a019275 a019276 a019277