02095 2200229 4500001002100000005001500021035002000036245005000056100001600106260004400122300002300166020002200189084001700211520153100228082001101759650001001770008004101780990001101821990001101832990001101843990001101854INLIS00000000001058320220222111016 a0010-07210058421 aPara Priyayi :bSebuah Novel /cEndarmoko,eko aKayam, Umar aJakarta :bPustaka Utama Grafiti,c2012 a337 hlm. ;c21 cm. a978-979-444-186-2 a808.03 KAY p aBerasal dari keluarga buruh tani, Soedarsono, oleh orang tua dan sanak saudaranya diharapkan dapat menjadi "sang pemula " untuk membangun dinasti keluarga priyayi kecil. Berkat dorongan Asisten Wedana Ndoro Seten, ia bisa sekolah dan kemudian jadi guru desa. Dari sinilah ia memasuki dunia elite birokrasi sebagai priyayi pangreh praja. Ketiga anaknya, melewati zaman Belanda dan zaman Jepang, tumbuh sebagi guru, opsir Peta, dan istri asisten wedana. Cita-cita keluarganya berhasil. Benarkah? Lalu apakah sesungguhnya "priyayi" itu? Status kelas? Pandangan dunia kelas menengah elite birokrasi? Sekadar gaya hidup? Atau kesemuanya? Cucu-cucu Soedarsono sendiri kemudian hidup sebagai anak zaman mereka : menjadi anak kelas menengah birokrat yang manja, idealis kiri yang terlibat Gestapu, dan entah apa lagi. Justru Lantip--anak jadah dari keponakan jauh Soedarsono--yang tampil sebagi hero. Dialah yang, dengan caranya sendiri, menunjukkan makna "priyayi " dan "kepriyayian " itu. UMAR KAYAM dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur, pada 30 April 1932. la memperoleh gelar doktor dari Cornell University, Ithaca pada 1965. Pernah menjadi Guru Besar pada Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, ia juga menjadi anggota Akademi Jakarta dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Wafat pada 16 Maret 2002, ia meninggalkan sejumlah karya tulis yang diterbitkan Pustaka Utama Grafiti, di antaranya Mangan Ora Mangan Kumpul (kumpulan kolom, 1990), Jalan Menikung (novel, 1999), dan Seribu Kunang-Kunang di Manhattan (kumpulan cerpen, 2003). a808.03 4aNovel220222 g 1 ind  a054223 a054228 a054223 a054224